Sabtu, 14 April 2012

10 Kesalahan Kontraktor Yang “Kronis”


Setidaknya ada 10 kesalahan yang paling sering dilakukan oleh Kontraktor yang bersifat “kronis” karena terjadi sejak lama  dan berulang-ulang di Indonesia. Kesalahan tersebut tidak disadari dan belum dapat diatasi oleh kontraktor sehingga menyebabkan kontraktor tersebut selalu mengalami kesulitan  dan kegagalan dalam melaksanakan proyek. Masih layakkah dipertahankan?
Pada pengamatan selama berkecimpung di dunia proyek konstruksi, ditemukan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh kontraktor dalam pelaksanaan proyek konstruksi yang akhirnya sering berujung pada kegagalan proyek. Kegagalan tersebut berupa keterlambatan, kerugian, dan mutu yang jelek. Kesalahan tersebut hampir semuanya bersifat kronis atau telah lama dan terus-menerus terjadi. Berikut adalah kesalahan-kesalahan tersebut :
 1. Memilih Project Manager dengan Leadership yang kurang memadai
Project manager adalah penentu keberhasilan proyek yang terbsesar. Kontraktor sering menunjuk project manager yang tidak memiliki kemampuan leadership yang memadai sesuai dengan kondisi proyeknya. Lemahnya kompetensi ini akan membuat timwork tidak terbentuk dengan baik. Tim proyek menjadi tidak solid dan tidak terkoordinir dengan baik. Sering terjadi pula otoritas project manager diambil alih oleh manajemen perusahaan kontraktor, sehingga memperparah kondisi organisasi di proyek. Kondisi ini akan membuat apapun yang direncanakan tidak akan berjalan dengan baik. Project manager tidak dapat menjalankan program strategis proyek. Kesalahan ini adalah kesalahan yang menyebabkan kegagalan yang paling besar di proyek.
 2. Kesalahan dalam melakukan estimasi saat tender.
Fase tender adalah fase dimana perencanaan memegang peranan yang paling tinggi yang berdampak terhadap keberhasilan proyek. Pada fase ini kontraktor harus mampu merencanakan proyek dengan baik. Fase ini menentukan kita-kira 80% keberhasilan proyek. Kesalahan yang sering terlihat adalah kontraktor tidak membuat sistem tender yang memadai. Contoh adalah tidak menempatkan petugas yang kompeten. Petugas tender kadang-kadang adalah karyawan yang dianggap gagal di proyek yang lalu ditempatkan pada bagian tender. Akibatnya proses estimasi tidak dilakukan dengan baik. Proses perhitungan tidak optimal dalam menggali potensi atau risiko serta langkah-langkah strategis yang harus dilakukan dalam rangka mendapatkan harga penawaran yang tepat. Disamping itu, kelemahan sistem yang lain adalah tidak dilakukannya pencatatan-pencatatan terdahulu hasil dari lesson learn proyek sebelumnya. Sehingga sering terjadi kesalahaan berulang.
 3. Menganggap remeh kontrak.
Kontrak bisa dikatakan kitab suci dalam menjalankan proyek. Oleh kontraktor, kontrak sering hanya disimpan dalam laci hingga proyek selesai atau jika tidak pada saat  proyek terlanjur mengalami masalah kontraktual. Kadang pula kontrak baru ditandatangani pada saat proyek hampir selesai dilaksanakan. Masalah kontrak sulit diatasi karena sudah terlanjur menjadi bubur. Dampak akibat masalah kontrak ini merupakan yang terbesar terhadap biaya. Sehingga apabila kontraktor mengabaikan aspek kontrak, maka peluang menderita kerugian yang besar akan tinggi.
 4. Perencanaan sambil jalan
Istilah ini rasanya cukup tepat untuk menyebut perencanaan ala kontraktor yang sering bermasalah dalam pelaksanaan proyeknya. Perencanaan pada saat awal kurang baik atau dilakukan setengah hati. Padahal masa awal proyek adalah masa “emas” untuk melakukan perencanaan yang matang. Perencanaan yang baik yang dilakukan pada awal proyek sebelum proyek dilaksanakan akan menentukan keberhasilan proyek. Dalam manajemen proyek, fase perencanaan adalah sangat menentukan. Pada fase ini, perencanaan yang telah dilakukan pada saat tender direview dan didetailkan. Proses perencanaan sendiri memang berjalan sejak awal proyek hingga proyek selesai. Namun porsi perencanaan harus lebih banyak di awal. Hal inilah yang tidak disadari oleh kontraktor. Akhirnya mereka melakukan perencanaan sambil jalan, sehingga menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya sebagai akibat perencanaan yang tidak baik. Perencanaan sambil jalan ini sering menyebabkan mismatch yang berupa tidak sesuainya atau tidak lengkapnya resources pada saat pelaksanaan akan dilakukan. Sehingga menurunkan produktifitas dan bahkan gagal dilaksanakan. Proyek pun menjadi terlambat, dan biaya bertambah.
 5. Manajemen Risiko dipahami setengah-setengah.
Kontraktor pasti tahu apa itu risiko, tapi belum tentu tahu apa itu manajemen risiko, apalagi melaksanakannya. Mereka tahu ada risiko kenaikan harga, risiko cuaca buruk, risiko keterlambatan pelaksanaan. Namun mereka tidak tahu bagaimana mengelola risiko-risiko yang mungkin akan terjadi. Akibatnya? Jelas risiko akan terjadi sesuai prediksi mereka tanpa melakukan langkah antisipasi yang memadai. Risiko ditangani pada saat risiko tersebut benar-benar terjadi. Padahal penanganan risiko yang telah terlanjur terjadi membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan bisa saja membuat proyek mengalami kegagalan fatal jika risiko yang terjadi adalah risiko yang berdampak sangat besar.
 6. Kesadaran aspek komunikasi yang lemah.
Komunikasi yang dimaksud di sini adalah komunikasi yang harus dilakukan dalam rangka memastikan informasi diterima dengan baik. Banyak sekali kontraktor yang tidak menyadari pentingnya aspek ini, padahal proyek konstruksi melibatkan begitu banyak pihak dengan hubungan yang cukup rumit. Sehingga arus informasi harus dikelola dengan hati-hati. Seringkali informasi penting disampaikan dengan cara yang tidak tepat, sehingga informasi datang terlambat, dipahami sepotong-potong, bahkan salah persepsi. Contoh yang paling sering terjadi adalah perbedaan antara yang perencanaan dengan yang terlaksana di lapangan. Akibatnya mutu pekerjaan tidak tercapai, dan proyek terlambat.
 7. Faktor kritis proyek tidak dipahami
Faktor kritis proyek adalah faktor yang paling menentukan keberhasilan proyek. Tiap proyek memiliki faktor kritis yang berbeda-beda. Kontraktor jarang yang mengetahui faktor kritis proyek yang sedang dikerjakannya. Kontraktor menjadi salah fokus dan prioritas dalam bekerja. Akibatnya apa yang telah dikerjakan kontraktor bukan menjadi keberhasilan, melainkan kegagalan karena tidak dikelolanya faktor kritis proyek.
 8. Hubungan stakeholder dan vendor yang jelek
Stakeholder dalam hal ini adalah Owner, Pengawas dan Perencana. Hubungan yang jelek membuat komunikasi kurang terjalin dengan baik. Jika komunikasi sudah tidak baik, maka proyek akan sulit berjalan sesuai rencana. Termasuk dengan vendor, hubungan haruslah dijalin dengan baik karena vendor ini tulang punggung kontraktor dalam bekerja. Kesalahan persepsi yang umum saat ini adalah menganggap vendor sebagai pihak yang lebih rendah dari kontraktor. Padahal tanpa vendor, kontraktor bukanlah apa-apa dan tidak akan bisa apa-apa.
 9. Rendahnya kedisiplinan.
Pekerjaan proyek konstruksi menuntut kedisiplinan yang tinggi. Hal ini karena dalam proses pelaksanaannya, banyak aspek yang harus dikendalikan. Kedisiplinan yang lemah akan menyebabkan ikut lemahnya proses-proses dalam mengerjakan proyek. Sebagai contoh adalah kedisiplinan melakukan review schedule tepat waktu. Ketidakdisiplinan ini akan membuat monitor realisasi schedule tidak berjalan dengan baik. Lebih lanjut hal ini akan menyebabkan keterlambatan menjadi tidak terkendali.
 10. Keserakahan 
Kesannya jelek, tapi ini benar terjadi. Cukup banyak kejadian yang akar permasalahannya adalah keserakahan. Uang memang membuat orang menjadi lupa dengan yang lain. Termasuk lupa bahwa constraint proyek adalah tidak hanya uang atau biaya, tapi juga waktu dan kualitas. Bentuk keserakahan ini muncul dalam kejadian-kejadian:
  • Orientasi mencari harga paling murah tanpa peduli schedule proyek. Vendor diputuskan terlambat terhadap schedule proyek.
  • Mengganti spesifikasi material yang menyimpang dari spesifikasi teknis yang telah ditentukan
  • Tidak menyetujui biaya realisasi atas pekerjaan yang telah terlaksana dengan alasan over budget.
  • Tidak menempatkan personil yang kompeten dan dalam jumlah yang cukup agar organisasi proyek dapat berjalan dengan baik.
  • Berorientasi cash flow yang berlebihan. Seperti memaksakan termijn di atas progres yang riel dan menahan uang yang harus diberikan kepada vendor.
  • Kecenderungan melihat biaya dalam jangka pendek, dan lupa memperhitungkan uang dalam fungsi waktu.
  • Tidak menyadari adanya hidden cost.
 Keserakahan umumnya berujung pada kegagalan proyek dimana proyek sering terlambat dengan mutu yang rendah. Sehingga harapan mendapatkan uang dalam jumlah banyak justru berbalik menjadi kerugian yang fatal.
     Masih banyak kesalahan lain yang sering dilakukan oleh kontraktor. Namun, 10 kesalahan di atas merupakan kesalahan yang paling sering dilakukan yang tentunya mesti dikoreksi dalam rangka menjadikan proyek jadi lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar