Setidaknya
ada 10 kesalahan yang paling sering dilakukan oleh Kontraktor yang bersifat
“kronis” karena terjadi sejak lama dan berulang-ulang di Indonesia.
Kesalahan tersebut tidak disadari dan belum dapat diatasi oleh kontraktor
sehingga menyebabkan kontraktor tersebut selalu mengalami kesulitan dan
kegagalan dalam melaksanakan proyek. Masih layakkah dipertahankan?
Pada pengamatan selama berkecimpung di
dunia proyek konstruksi, ditemukan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh
kontraktor dalam pelaksanaan proyek konstruksi yang akhirnya sering berujung
pada kegagalan proyek. Kegagalan tersebut berupa keterlambatan, kerugian, dan
mutu yang jelek. Kesalahan tersebut hampir semuanya bersifat kronis atau telah
lama dan terus-menerus terjadi. Berikut adalah kesalahan-kesalahan tersebut :
1. Memilih Project Manager dengan Leadership
yang kurang memadai
Project manager adalah penentu keberhasilan proyek
yang terbsesar. Kontraktor sering menunjuk project manager yang tidak memiliki
kemampuan leadership yang memadai sesuai dengan kondisi proyeknya. Lemahnya
kompetensi ini akan membuat timwork tidak terbentuk dengan baik. Tim proyek
menjadi tidak solid dan tidak terkoordinir dengan baik. Sering terjadi pula
otoritas project manager diambil alih oleh manajemen perusahaan kontraktor,
sehingga memperparah kondisi organisasi di proyek. Kondisi ini akan membuat
apapun yang direncanakan tidak akan berjalan dengan baik. Project manager tidak
dapat menjalankan program strategis proyek. Kesalahan ini adalah kesalahan yang
menyebabkan kegagalan yang paling besar di proyek.
2. Kesalahan dalam melakukan estimasi saat
tender.
Fase tender adalah fase dimana perencanaan memegang
peranan yang paling tinggi yang berdampak terhadap keberhasilan proyek. Pada
fase ini kontraktor harus mampu merencanakan proyek dengan baik. Fase ini
menentukan kita-kira 80% keberhasilan proyek. Kesalahan yang sering terlihat
adalah kontraktor tidak membuat sistem tender yang memadai. Contoh adalah tidak
menempatkan petugas yang kompeten. Petugas tender kadang-kadang adalah karyawan
yang dianggap gagal di proyek yang lalu ditempatkan pada bagian tender.
Akibatnya proses estimasi tidak dilakukan dengan baik. Proses perhitungan tidak
optimal dalam menggali potensi atau risiko serta langkah-langkah strategis yang
harus dilakukan dalam rangka mendapatkan harga penawaran yang tepat. Disamping
itu, kelemahan sistem yang lain adalah tidak dilakukannya pencatatan-pencatatan
terdahulu hasil dari lesson learn proyek sebelumnya. Sehingga sering terjadi
kesalahaan berulang.
3. Menganggap remeh kontrak.
Kontrak bisa dikatakan kitab suci dalam menjalankan
proyek. Oleh kontraktor, kontrak sering hanya disimpan dalam laci hingga proyek
selesai atau jika tidak pada saat proyek terlanjur mengalami masalah
kontraktual. Kadang pula kontrak baru ditandatangani pada saat proyek hampir
selesai dilaksanakan. Masalah kontrak sulit diatasi karena sudah terlanjur
menjadi bubur. Dampak akibat masalah kontrak ini merupakan yang terbesar
terhadap biaya. Sehingga apabila kontraktor mengabaikan aspek kontrak, maka
peluang menderita kerugian yang besar akan tinggi.
4. Perencanaan sambil jalan
Istilah ini rasanya cukup tepat untuk menyebut
perencanaan ala kontraktor yang sering bermasalah dalam pelaksanaan proyeknya.
Perencanaan pada saat awal kurang baik atau dilakukan setengah hati. Padahal
masa awal proyek adalah masa “emas” untuk melakukan perencanaan yang matang.
Perencanaan yang baik yang dilakukan pada awal proyek sebelum proyek
dilaksanakan akan menentukan keberhasilan proyek. Dalam manajemen proyek, fase
perencanaan adalah sangat menentukan. Pada fase ini, perencanaan yang telah
dilakukan pada saat tender direview dan didetailkan. Proses perencanaan sendiri
memang berjalan sejak awal proyek hingga proyek selesai. Namun porsi
perencanaan harus lebih banyak di awal. Hal inilah yang tidak disadari oleh
kontraktor. Akhirnya mereka melakukan perencanaan sambil jalan, sehingga
menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya sebagai akibat perencanaan yang tidak
baik. Perencanaan sambil jalan ini sering menyebabkan mismatch yang berupa
tidak sesuainya atau tidak lengkapnya resources pada saat pelaksanaan akan
dilakukan. Sehingga menurunkan produktifitas dan bahkan gagal dilaksanakan.
Proyek pun menjadi terlambat, dan biaya bertambah.
5. Manajemen Risiko dipahami setengah-setengah.
Kontraktor pasti tahu apa itu risiko, tapi belum tentu
tahu apa itu manajemen risiko, apalagi melaksanakannya. Mereka tahu ada risiko
kenaikan harga, risiko cuaca buruk, risiko keterlambatan pelaksanaan. Namun
mereka tidak tahu bagaimana mengelola risiko-risiko yang mungkin akan terjadi.
Akibatnya? Jelas risiko akan terjadi sesuai prediksi mereka tanpa melakukan
langkah antisipasi yang memadai. Risiko ditangani pada saat risiko tersebut
benar-benar terjadi. Padahal penanganan risiko yang telah terlanjur terjadi
membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan bisa saja membuat proyek mengalami
kegagalan fatal jika risiko yang terjadi adalah risiko yang berdampak sangat
besar.
6. Kesadaran aspek komunikasi yang lemah.
Komunikasi yang dimaksud di sini adalah komunikasi
yang harus dilakukan dalam rangka memastikan informasi diterima dengan baik.
Banyak sekali kontraktor yang tidak menyadari pentingnya aspek ini, padahal
proyek konstruksi melibatkan begitu banyak pihak dengan hubungan yang cukup rumit.
Sehingga arus informasi harus dikelola dengan hati-hati. Seringkali informasi
penting disampaikan dengan cara yang tidak tepat, sehingga informasi datang
terlambat, dipahami sepotong-potong, bahkan salah persepsi. Contoh yang paling
sering terjadi adalah perbedaan antara yang perencanaan dengan yang terlaksana
di lapangan. Akibatnya mutu pekerjaan tidak tercapai, dan proyek terlambat.
7. Faktor kritis proyek tidak dipahami
Faktor kritis proyek adalah faktor yang paling
menentukan keberhasilan proyek. Tiap proyek memiliki faktor kritis yang
berbeda-beda. Kontraktor jarang yang mengetahui faktor kritis proyek yang
sedang dikerjakannya. Kontraktor menjadi salah fokus dan prioritas dalam
bekerja. Akibatnya apa yang telah dikerjakan kontraktor bukan menjadi keberhasilan,
melainkan kegagalan karena tidak dikelolanya faktor kritis proyek.
8. Hubungan stakeholder dan vendor yang jelek
Stakeholder dalam hal ini adalah Owner, Pengawas dan
Perencana. Hubungan yang jelek membuat komunikasi kurang terjalin dengan baik.
Jika komunikasi sudah tidak baik, maka proyek akan sulit berjalan sesuai
rencana. Termasuk dengan vendor, hubungan haruslah dijalin dengan baik karena
vendor ini tulang punggung kontraktor dalam bekerja. Kesalahan persepsi yang
umum saat ini adalah menganggap vendor sebagai pihak yang lebih rendah dari
kontraktor. Padahal tanpa vendor, kontraktor bukanlah apa-apa dan tidak akan
bisa apa-apa.
9. Rendahnya kedisiplinan.
Pekerjaan proyek konstruksi menuntut kedisiplinan yang
tinggi. Hal ini karena dalam proses pelaksanaannya, banyak aspek yang harus
dikendalikan. Kedisiplinan yang lemah akan menyebabkan ikut lemahnya
proses-proses dalam mengerjakan proyek. Sebagai contoh adalah kedisiplinan
melakukan review schedule tepat waktu. Ketidakdisiplinan ini akan membuat
monitor realisasi schedule tidak berjalan dengan baik. Lebih lanjut hal ini
akan menyebabkan keterlambatan menjadi tidak terkendali.
10. Keserakahan
Kesannya jelek, tapi ini benar terjadi. Cukup banyak
kejadian yang akar permasalahannya adalah keserakahan. Uang memang membuat
orang menjadi lupa dengan yang lain. Termasuk lupa bahwa constraint proyek
adalah tidak hanya uang atau biaya, tapi juga waktu dan kualitas. Bentuk
keserakahan ini muncul dalam kejadian-kejadian:
- Orientasi mencari harga paling murah tanpa peduli schedule proyek. Vendor diputuskan terlambat terhadap schedule proyek.
- Mengganti spesifikasi material yang menyimpang dari spesifikasi teknis yang telah ditentukan
- Tidak menyetujui biaya realisasi atas pekerjaan yang telah terlaksana dengan alasan over budget.
- Tidak menempatkan personil yang kompeten dan dalam jumlah yang cukup agar organisasi proyek dapat berjalan dengan baik.
- Berorientasi cash flow yang berlebihan. Seperti memaksakan termijn di atas progres yang riel dan menahan uang yang harus diberikan kepada vendor.
- Kecenderungan melihat biaya dalam jangka pendek, dan lupa memperhitungkan uang dalam fungsi waktu.
- Tidak menyadari adanya hidden cost.
Keserakahan
umumnya berujung pada kegagalan proyek dimana proyek sering terlambat dengan
mutu yang rendah. Sehingga harapan mendapatkan uang dalam jumlah banyak justru
berbalik menjadi kerugian yang fatal.
Masih banyak kesalahan lain yang sering
dilakukan oleh kontraktor. Namun, 10 kesalahan di atas merupakan kesalahan yang
paling sering dilakukan yang tentunya mesti dikoreksi dalam rangka menjadikan
proyek jadi lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar